Hingga pesan seperti inipun selalu
dapat melingkarkan senyum dalam wajahku. “Selamat malam, selamat tidur, dan selamat
beristirahat” begitu pesan yang lekat dalam ingatanku. Selalu kurindu ketika
malam hening menyapu segala rutinitasku yang kian melelahkan disatu semester terakhir,
buku buku berserakan dan tugas tugas menumpukpun jadi santapan malamku.
“Semangat pagi” pesan yang membuatku
selalu lebih bersemangat menyambut hari. Seperti biasanya aku selalu berdiri
menanti angkutan umum bersama sahabatku bernama Indah teman semejaku, teman
ceritaku, dan “ahh”, masih banyak hal lainnya yang selalu kulakukan dengannya
dan soal kedekatanku denganmu mungkin dialah yang lebih mengerti.
Sesampainnya disekolah, aku menaruh
tasku di kursi masih ada senggang waktu sebelum bel berbunyi, aku keluar
menghirup udara pagi yang mungkin sedikit bisa dibilang lebih asri, karna
sekolah kita terletak didalam perkampungan dengan sedikitnya pepohonan dan
ilalang berbaris rapi.
Aku berdiri di balkon kelas, 5 menit
kemudian kamu melintas dengan teman – temanmu yang lain menggunakan sepeda
motormu. Kamu memarkirkan motormu di gedung samping sekolah dan beranjak menaiki
anak tangga menuju kelas. Aku masih dengan posisi yang sama sambil bercengkrama
dengan temanku yang lain, namun fikiranku mulai beralih pada kedatanganmu namun
aku hanya diam membisu tanpa menatapmu. Aku hanya memandang punggungmu dari
belakang saat kamu berjalan lebih jauh menuju ruang kelasmu.
Aku dan kamu berbeda kelas dan
jurusan, aku dengan jurusan broadcasting dan kamu dengan teknik komputer
jaringan, bukan hal yang terlalu aneh kalau kita tak pernah mengenal
sebelumnnya.“Kringgg” bel berbunyi, waktunya begulat dengan berbagai materi
juga rumus rumus trigonometri.
Pelajaran pertama adalah matematika,
Pak Irwan memasuki ruang kelas lalu membagi kami menjadi 5 kelompok, aku yang
tak terlalu mahir dalam pelajaran inipun ditunjuk Pak Irwan untuk membantu
temanku yang lain mengerjakan soal dalam diskusi kelompok. Yang ditunjuk
sebagai ketua dalam kelompokku adalah Tria, karena memang dialah yang paling
mahir disini. Aku dan kelompokku berdiskusi memecehkan puluhan soal yang
nantinya akan dijabarkan bersama.
Dua puluh soal dapat diatasi, entah
bagaimana hasilnya beserta penjabarannya. Seluruh jawaban yang telah dipecahkan
kelompok disalin dan dikumpulkan di Pak Irwan untuk diperiksa.Sebelumnnya
masing - masing kelompok diutus perwakilan dua orang untuk masing masing
menuliskan di papan dua nomor jawaban dari kedua puluh soal tersebut untuk
nantinya dibahas secara menyeluruh.
Dua jam pelajaran matematika selesai,
dengan hasil kelompokku yang bisa dikategorikan cukup memuaskan. “Kringg” bel
kedua berbunyi tanda jam istirahat tiba. Aku dan temanku yang lainnya bergegas
menuju kantin. “Makan disini aja yuk”, seru salah seorang temanku, kita pun
makan bersama.
Selintas terlintas kamu singgah di
warung sebelah, mataku tak salah melihat, entah apa yang kamu lakukan kamu
bercengkrama dengan temanmu yang lainnya disana. Mataku tak tinggal diam, ia
bergerak bebas, sedikit lirikan kurasa tak cukup sekali kulontarkan. Setelah
semuanya selesai aku dan lainnya beranjak meninggalkan.Dan kurasa kamu pun
pasti tau dan melihat keberadaanku.
Sepulang sekolah, seperti biasa aku
dengan indah pulang bersama, saat sedang bercengkrama kulihat dari balik kaca belakang
mobil, sepeda motor yang kukenali sang tuannya. Dan ternyata kamulah dibalik
jaket dengan kupluk yang menyelimuti tubuh dan kepalamu. Hanya saling tatapan
tak berarahlah yang kurasa kala itu.
Jarum jam menunjukan pukul 2 siang
hari, aku meraih tas ranselku membuka kembali mata pelajaran tadi, mengerjakan
pekerjaan rumah yang diberikan Pak Irwan dan Bu Endang. “Drrtt..Drrtt” ponselku
bergetar dan satu pesan masuk.“Hoyy” membuat wajah seriusku tertawa kecil
menatap pesan. “Hoy juga” pesan balasan kukirim.
“Lagi apa?”“Lagi kerjain PR, lo
sendiri?”“asik, rajin bener, gua lagi duduk aja, nyantai nih” “haha, yaiyalah namanya juga tugas, nikmat bener ye
hidup lo” “Hahaha, yaiyalah hidup mah harus dinikmatin kali, dipikirin muluapa
yang dirasa” “Hahaha, lucu ya lo jadi pelawak aja gih sana”. Tawa yang begitu renyah untuk ku
kunyah walau hanya lewat pesan yang saling terlontar.
Waktu menjukkan pukul 5 sore,
waktu matahari mulai turunaku mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja
belajarku, kuberanikan diri mengetik sebuah pesan dan segera kupilih kontak
tujuan, kutelurusi huruf berabjad A disana dan kutemukan. Aku berhasil mengirim
satu pesan singkat padanya.
“Hei” tiga kata itu telah berada pada kotak keluarku
“Hei juga,,, Ada apa ?” satu pesan masuk yang kubaca
“Gapapa kok, lagi apa ?” kulayangkan pesan balasan
“Lagi main PES nih, lo sendiri ?”
“Lagi gaktau mau ngapain nih, hehehe”
“Loh kok gitu ? Yaudah sini temenin gue main PES aja” Ajakmu dalam pesan itu.
“Hmmm,, boleh ? tapi gue gak bisa permainan itu”
“Yahhh,, yang lo bisa apa ?”
“Plants vs Zombie atau The House Of The Dead” celetukku polos
Entah tanggapan apa yang akan terlontar selanjutnnya
tak kupikirkan terlebih dahulu sebelumnnya, karena memang permainan seperti itu
adalah permainan berbasis PC yang mungkin akan teramat culun jika ia yang
memainkan.
“Permainan apa tuh ? kok gue baru denger ya ? Hahaha”
“Ohhh,,,ituu,,,hehee lupain deh, kalo gitu ajarin gue aja main PES aja ya”
“Oh gitu ? Okedeh, nanti kapan – kapan ya :) ”
Titik dua kurung tutup melengkapi
akhir pesanmu itu, kurasa aku akan seperti orang gila, membalas senyumanmu pada
sebuah benda mati yang kugenggam dan tersadar bahwa hanya sebatas emoticon
semata.
Aku beralih, karna kurasa waktukku
saat ini tak tepat dan menganggunnya, dari observasiku, kamu begitu antusias
dengan permainan PESmu itu. Aku membuka akun twitterku karna kurasa kebosanan
melandaku, aku mengetik beberapa karakter dan ku post disana.
“Aku mulai mengenalmu, orang asing pandanganku, selamat malam”