Senin, 28 Desember 2015

Aku Dermagamu



DERMAGA pertama sekitar tiga tahun yang lalu, saat pertama aku mengenalmu, saat pertama kumulai memperhatikanmu, saat pertama kalinya juga aku harus terasing dalam dermagamu itu, dermaga yang kamu buat dan gambarkan, namun akhirnya tak pernah kamu jadikan tempat landasan.


Aku menyesap cappucino hangat yang kusuguhkan sore hari ini, lalu membuka lembaran demi lembaran deretan angka yang bisa saja membuat mereka mabuk, padahal tak ada kandungan beer atau wine didalamnnya. Aku mendapatkan satu notifikasi dalam selular genggamku, satu pesan dalam media sosialku, sebut saja facebook yang sedang dan bahkan masih hist hingga detik ini. Sudut bibirku seketika tertarik, mendapatkan balasan kembali dari seseorang sepertimu yang sampai detik ini masih selalu jadi yang tak terlupakan.


Ternyata kamu menggodaku, ingin berbincang dan bersapa lebih jauh, namun dengan gaya gengsimu yang kamu tuangkan didalamnnya, manis. Perkenalan pertama yang membuatku tertarik, kamu berbeda dengan para pria yang telah kukenal sebelumnnya, caramu yang dingin tapi menyejukan, membuatku kembali dari pertapaanku tentang hati, yang sebenarnnya masih ingin kusimpan sendiri, tentang sakit hati dan segala macam hal tentang luka dan jatuh cinta.


Sesaat kemudian pesan singkatmu meluncur dengan tepat, konsentrasiku terpecah antara berkutat dengan angka angka matematika lalu menatap layar berisi pesanmu yang buatku ingin tertawa. Kalau kalian fikir dia humoris atau romantis,sepertinya dugaan kalian salah, kesan pertama dalam satu pendekatan sekirannya memang hal yang berawal bahagia, canda tawa menyertai dan mengelilinginnya begitu saja.


Sekirannya aku yang telah jatuh cinta, hanya berbalas pesan saja satu hal yang bahagia, tanpa bertegur sapa, tanpa saling berbicara, hariku terasa berbeda dan lebih berwarna. Sayang semua tak berjalan sesuai rencana dan lenyap begitu saja. Tanpa ketidakpastian kita bersama lalu pergi dengan hanya menyisakan tanya.


Selepas pergimu dari duniaku, dirimu membatu, tak jua kualiri air agar kerasmu mencair, tak juga kuruntuhkan dinding pertahananmu, kamu dengan duniamu, namun aku dengan belenggu rasa cinta yang kamu tinggal berlalu. Tak pernah kamu ketahui, bahwa aku selalu berharap dan menanti kamu datang kembali. Dengan hanya berbekal  memperhatikanmu, kuanggap aku tak pernah kehilanganmu, masih dengan ragamu yang seperti dulu, mampu kupandang namun tak dapat kugenggam.






Terkadang yang tak pernah sama sekali termiliki, namun bagimu itu suatu hal amat cukup berarti. 

Cukuplah sudah dermagamu ini lama menanti, nyatanya kamu telah terlanjur jauh pergi, kurelakan kapalmu berlayar mencari tepi, selamat jalan kapten semoga kita dapat bertemu kembali.

Jumat, 07 Agustus 2015

Ajariku Melupakanmu



Ajariku cara melupakanmu, sepesekian waktukku harus kuhabiskan untuk berhalusinasi bayangmu, terlebih lagi ketika namamu tak pernah absen untukku kusebut, ada saja hal yang mengantarkanku untuk teringat akan dirimu, mustahil aku tak cemburu ketika kamu ternyata menyimpan nama lain dihatimu, aku yang rela menunggumu, dengan setia mengharap dan menantimu, namun bagimu aku hanya sesuatu. Sesuatu yang hanya sesaat melintas dihidupmu tanpa pernah mengindahkanmu.

Tak pernahkah kamu berfikir, bahwa yang kamu ucap hanya ocehan belaka, semanis itukah mengucap suka, dan segampang itukah kamu mengungkap sayang, kalau pada akhirnya harus aku yang terbuang. Aku mengangumimu bahkan ketika kamu belum mengisyaratkan itu dan sebelum kamu mengatakannya terlebih dahulu. Aku ini apa, hanya seorang wanita, yang secuil nyali hanya untuk mengangumi, diam diam mencuri wajahmu dari balik ekor mataku.

Jika cinta maka seharusnya kamu berjuang bukan berhenti lalu menghilang, aku nyaris tersesat kehilanganmu, aku tak punyai alasan untuk menahanmu, karna nyatanya kamu tak beriku ruang untuk saling memperjuangkan. Hingga akhirnya aku terlalu larut dalam penantian. Aku seperti manekin saat berhadapan denganmu, tak ada yang lolos dari ucapanku, bahkan ketika kamu masih dapat selalu kutatap, aku tak pernah bisa walau hanya menyebut atau memanggilmu layaknya teman biasa.

Bisa kuartikan itu Cinta? Lantas apalagi hakku, ketika kamu menemukan sosok baru, kamu dengan pasangan barumu, bahkan aku sekalipun bukan salah satu mantan apalagi pasanganmu, aku tak seistimewa itu. Sebutlah, aku teramat cemburu, menyakitkan ketika harus menyaksikan seseorang yang kamu sayang mengindahkan dan mengistimewakan orang lain. Anggaplah aku Devil, karna saat itu setan jahat dalam dirikku meronta, meminta doa yang teramat licik, mengharapkan hubunganmu dan pasanganmu tak lagi bersatu.

Aku tak tau, mengapa cinta membuatku seperti lupa, bahkan banyak hati lain yang kuabaikan, hanya teruntuk pria yang terlalu sulit kulupakan. Aku telah lukai banyak hati, dengan memberikan sebuah pengharapan tinggi. Bersikap manis seolah hatiku telah kuberi, nyatanya aku hanya kesepian, aku hanya tak terlalu banyak ingin menyakiti hati dengan memberikan kesempatan yang lain untuk dapat lebih dekat denganku, namun yang kurasa hanya pelarian, namamu tak pernah lantas luput dalam otakku.

Lagi dan lagi aku seolah seorang pesakitan, memblok semua akun media sosialmu, namun aku sejati mejadi stalkermu, bisa kamu tertawakan kebodohanku sekarang. Dengan amat memberatkan hati, aku hanya tak ingin melihat wanita yang sedang bersamamu pada saat itu, aku membencinya? Tidak! Aku hanya ingin sekali bertemu dengannya, lalu dengan lapangku menjabat tangannya, mengucapkan selamat padanya, karnanyalah yang memenangkan hatimu itu.

Aku hanya mampu menatap nanar, lalu tersenyum miris. Kamu bahagia dengannya, aku suka walaupun tak rela, mengapa denganku kamu juga seolah bahagia tapi tak pernah menjadikannya cinta. Jangan fikir aku absen memperhatikanmu, bahkan namamu selalu punya tempat tersendiri di bilik jantungku. Mungkin hingga jantungku tak berfungsi, saat itulah dirimu benar hilang dalam peredaran darahku atau dalam syaraf otakku.

Ingin rasanya aku menghampirimu, cukup mengatakan tiga hal, aku mencintaimu menyayangimu, lalu apapun reaksimu, aku takkan lagi mengemis perhatianmu, aku akan simpan semuanya, bahkan sampai salah satu diantarannya telah tiada. Siapapun dirimu kini dan nanti, kamu tetap punyai tempat teristimewa dihati. Maaf keegoisankku dalam mencintamu, dan kuharap rasaku memang tak pernah mengusikmu bukan? Tetap jadi jagoan yang terbaik ya sayang, tolong jangan hukum aku karna mengucap hal itu, karna hingga detik ini terkadang aku masih merindu satu kata itu dalam pesan singkatmu. Mengapa? Karna nyatanya kamu memang tak pernah mengungkap sayang.

Tetaplah jadi Tuan Biru yang ku kenal dulu, jadi yang apa adanya kamu, dengan sifat cuekmu, tingkah nakalmu, jiwa petualangmu, dengan logat khas betawimu, jadilah kebanggaan Ibu dan Ayahmu, juga jadi kakak yang baik untuk jadi contoh adikmu. Semoga kelak impianmu tercapai, bersanding dengan wanita pilihanmu dengan toga di pucuk kepalamu, hal yang pernah kamu utarakan. Lalu jadikanlah ia seorang wanita, yang nantinnya akan membersihkan sepatumu, seperti yang kamu bilang dulu.

Dari yang mencintaimu , dan menyimpan rindu untukmu . . .

Jumat, 12 Juni 2015

Mimpi bertemu


Pagi, Dini Hari,

                Aku merindukanmu kembali, sosok yang telah teramat lama bersembunyi, namun nyatanya tak pernah benar hilang dalam diri ini, masih jadi seseorang yang punyai tempat tersendiri yang entah sampai kapan akan terganti dan berhenti tuk mengisi. Ternyata Tuhan dengan sangat baik hati mengantarkanmu mengobati segala kerinduan ini, lewat mimpi semalam ini, dirimu benar datang dengan sangat manis, meski hanya sepersekian menit.

.
                Rasanya pagi ini, tak puas hanya menatapmu dalam mimpi, kubocorkan sedikit tentang ini, dirimu sungguh manis, sikapmu jauh dari pikiran logis, kamu menghampiriku dan menanyakan akankah keadaanku baik ? menatap kesedihan diraut wajahku, tatapanmu seolah panik, seolah mengkhawatirkan sosokku, dan akhirnya kamu mengucapkan kata yang sungguh diluar logika.



“Jangan sedih, Lo tenang aja, Ada Gue” Kucari satu kebohongan terkecil di manik bola matamu, namun tak kutemukanKupu – kupu cantik seolah menari di otakku, ingin rasanya kuberjingkrak atas sebuah ucapan sedikit manis itu, sayang beribu sayang hanya halusinasiku.

                Ternyata aku sebatas berharap, rasa kekhawatiranmu seolah menguap, bersamaan dengan pandanganku yang menghitam dan sosokmu perlahan dengan pasti menghilang, ternyata itu mimpiku, biarkan saja sepersekian menit itu, akan selalu jadi cerita mimpiku. Bukankah nyatanya aku masih mampu memandang kejauhanmu, sudah cukupkah.

                Satu hal yang hanya ingin kujelaskan aku dengan benar merindumu, mengstalk bermacam akunmu adalah kegiatan menahun ku, entah sudah berapa hari dari tiap bulan bahkan tahun yang berlalu. Dirimu tetap tak jemu untuk jadi tokoh utamaku. Jangan beranjak dari tempatmu, karna aku hanya ingin dengan tetap memandangmu, menjadikanmu satu peran utamaku.

                Layaknya di hari ini, aku dengan sigap membuka akun instagramku, hanya untuk melihat sedikit koleksi fotomu, mengobati kerinduanku, tak kuduga notifikasi di akun path ku, kamu baru saja mempostkan sebuah picture, ahh aku benar merindumu kan dan senyum mengembang disudut bibirku pun terukir, setidaknya aku tahu kabarmu hari ini, setelah beberapa hari lalu aku tak pernah melihatmu dalam akun manapun.

                Sekali lagi maafkan keegoisanku menyimpan sedemikian rasa teruntuk untukmu, tak banyak yang berubah dariku, masih dengan setia jadi yang selalu menganggumimu dari kejauhan pandangku, meski tak lagi jadi penunggumu seperti dulu, rasa yang pernah terukir itu tak pernah berlalu, masih membingkai disudut pikiranku.

                Darimu aku mempelajari lagi ketulusan, bahwa jatuh cinta mungkin tak selamanya dapat terlaksana seperti yang telah diharapkan dan direncanakan, kamu bukan salah satu mantan, tak pernah menjadi pasangan, tapi jauh dari itu dirimu memiliki satu tempat tersendiri yang melibihi peran seorang pasangan dan mantan.

                Lagi dan lagi kujelaskan, kamulah Tuan dengan ketidakpastian yang tanpa direncanakan, kamu adalah kenangan yang selalu kuindahkan, kamu adalah kisah yang belum terselesaikan, kamu adalah cerita yang akan kuabadikanperan yang tak tergantikan.

                Sedikit kalimatku kali ini hanya ingin menggambarkan kerinduan yang sedikit telah terobati,

Rabu, 11 Februari 2015

HAI

Hingga pesan seperti inipun selalu dapat melingkarkan senyum dalam wajahku. “Selamat malam, selamat tidur, dan selamat beristirahat” begitu pesan yang lekat dalam ingatanku. Selalu kurindu ketika malam hening menyapu segala rutinitasku yang kian melelahkan disatu semester terakhir, buku buku berserakan dan tugas tugas menumpukpun jadi santapan malamku.

“Semangat pagi” pesan yang membuatku selalu lebih bersemangat menyambut hari. Seperti biasanya aku selalu berdiri menanti angkutan umum bersama sahabatku bernama Indah teman semejaku, teman ceritaku, dan “ahh”, masih banyak hal lainnya yang selalu kulakukan dengannya dan soal kedekatanku denganmu mungkin dialah yang lebih mengerti.

Sesampainnya disekolah, aku menaruh tasku di kursi masih ada senggang waktu sebelum bel berbunyi, aku keluar menghirup udara pagi yang mungkin sedikit bisa dibilang lebih asri, karna sekolah kita terletak didalam perkampungan dengan sedikitnya pepohonan dan ilalang berbaris rapi.

Aku berdiri di balkon kelas, 5 menit kemudian kamu melintas dengan teman – temanmu yang lain menggunakan sepeda motormu. Kamu memarkirkan motormu di gedung samping sekolah dan beranjak menaiki anak tangga menuju kelas. Aku masih dengan posisi yang sama sambil bercengkrama dengan temanku yang lain, namun fikiranku mulai beralih pada kedatanganmu namun aku hanya diam membisu tanpa menatapmu. Aku hanya memandang punggungmu dari belakang saat kamu berjalan lebih jauh menuju ruang kelasmu.

Aku dan kamu berbeda kelas dan jurusan, aku dengan jurusan broadcasting dan kamu dengan teknik komputer jaringan, bukan hal yang terlalu aneh kalau kita tak pernah mengenal sebelumnnya.“Kringgg” bel berbunyi, waktunya begulat dengan berbagai materi juga rumus rumus trigonometri.

Pelajaran pertama adalah matematika, Pak Irwan memasuki ruang kelas lalu membagi kami menjadi 5 kelompok, aku yang tak terlalu mahir dalam pelajaran inipun ditunjuk Pak Irwan untuk membantu temanku yang lain mengerjakan soal dalam diskusi kelompok. Yang ditunjuk sebagai ketua dalam kelompokku adalah Tria, karena memang dialah yang paling mahir disini. Aku dan kelompokku berdiskusi memecehkan puluhan soal yang nantinya akan dijabarkan bersama.

Dua puluh soal dapat diatasi, entah bagaimana hasilnya beserta penjabarannya. Seluruh jawaban yang telah dipecahkan kelompok disalin dan dikumpulkan di Pak Irwan untuk diperiksa.Sebelumnnya masing - masing kelompok diutus perwakilan dua orang untuk masing masing menuliskan di papan dua nomor jawaban dari kedua puluh soal tersebut untuk nantinya dibahas secara menyeluruh.

Dua jam pelajaran matematika selesai, dengan hasil kelompokku yang bisa dikategorikan cukup memuaskan. “Kringg” bel kedua berbunyi tanda jam istirahat tiba. Aku dan temanku yang lainnya bergegas menuju kantin. “Makan disini aja yuk”, seru salah seorang temanku, kita pun makan bersama.

Selintas terlintas kamu singgah di warung sebelah, mataku tak salah melihat, entah apa yang kamu lakukan kamu bercengkrama dengan temanmu yang lainnya disana. Mataku tak tinggal diam, ia bergerak bebas, sedikit lirikan kurasa tak cukup sekali kulontarkan. Setelah semuanya selesai aku dan lainnya beranjak meninggalkan.Dan kurasa kamu pun pasti tau dan melihat keberadaanku.

Sepulang sekolah, seperti biasa aku dengan indah pulang bersama, saat sedang bercengkrama kulihat dari balik kaca belakang mobil, sepeda motor yang kukenali sang tuannya. Dan ternyata kamulah dibalik jaket dengan kupluk yang menyelimuti tubuh dan kepalamu. Hanya saling tatapan tak berarahlah yang kurasa kala itu.

Jarum jam menunjukan pukul 2 siang hari, aku meraih tas ranselku membuka kembali mata pelajaran tadi, mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan Pak Irwan dan Bu Endang. “Drrtt..Drrtt” ponselku bergetar dan satu pesan masuk.“Hoyy” membuat wajah seriusku tertawa kecil menatap pesan. “Hoy juga” pesan balasan kukirim.

“Lagi apa?”“Lagi kerjain PR, lo sendiri?”“asik, rajin bener, gua lagi duduk aja, nyantai nih” “haha, yaiyalah namanya juga tugas, nikmat bener ye hidup lo” “Hahaha, yaiyalah hidup mah harus dinikmatin kali, dipikirin muluapa yang dirasa” “Hahaha, lucu ya lo jadi pelawak aja gih sana”. Tawa yang begitu renyah untuk ku kunyah walau hanya lewat pesan yang saling terlontar.

Waktu menjukkan pukul 5 sore, waktu matahari mulai turunaku mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja belajarku, kuberanikan diri mengetik sebuah pesan dan segera kupilih kontak tujuan, kutelurusi huruf berabjad A disana dan kutemukan. Aku berhasil mengirim satu pesan singkat padanya.




“Hei” tiga kata itu telah berada pada kotak keluarku

“Hei juga,,, Ada apa ?” satu pesan masuk yang kubaca

“Gapapa kok, lagi apa ?” kulayangkan pesan balasan

“Lagi main PES nih, lo sendiri ?”

“Lagi gaktau mau ngapain nih, hehehe”

“Loh kok gitu ? Yaudah sini temenin gue main PES aja” Ajakmu dalam pesan itu.

“Hmmm,, boleh ? tapi gue gak bisa permainan itu


“Yahhh,, yang lo bisa apa ?”

“Plants vs Zombie atau The House Of The Dead” celetukku polos

 Entah tanggapan apa yang akan terlontar selanjutnnya tak kupikirkan terlebih dahulu sebelumnnya, karena memang permainan seperti itu adalah permainan berbasis PC yang mungkin akan teramat culun jika ia yang memainkan.

“Permainan apa tuh ? kok gue baru denger ya ? Hahaha”

“Ohhh,,,ituu,,,hehee lupain deh, kalo gitu ajarin gue aja main PES aja ya”

“Oh gitu ? Okedeh, nanti kapan – kapan ya :) 



Titik dua kurung tutup melengkapi akhir pesanmu itu, kurasa aku akan seperti orang gila, membalas senyumanmu pada sebuah benda mati yang kugenggam dan tersadar bahwa hanya sebatas emoticon semata.

            Aku beralih, karna kurasa waktukku saat ini tak tepat dan menganggunnya, dari observasiku, kamu begitu antusias dengan permainan PESmu itu. Aku membuka akun twitterku karna kurasa kebosanan melandaku, aku mengetik beberapa karakter dan ku post disana.

“Aku mulai mengenalmu, orang asing pandanganku, selamat malam”

Senin, 26 Januari 2015

KENAL KAMU


Lucunya, ketika kuingat setiap masa demi masa, kamu yang tak pernah kukira dapat kukenal sedekat itu sebelumnnya, seorang pria dengan seragam putih abu abumu, melaju dengan birunya sepeda motormu tak kusangka secepat itu melesat bak pembalap internasional menerobos setiap lawan demi lawan hingga sampai tepat di ujung garis yang bernamakan finish, tepat diujung ruang yang kusebut hati.

Entah, bagaimana bisa kujelaskan awal perkenalan kita, yang kuanggap sebagai suatu kejadian konyol, yang mungkin sudah jauh kamu lupakan dan enggan untukmu jadikan kenangan. Facebook, tempat sebagian masyarakat kini menganggapnya kotak suara, tempat mereka mencurahkan segala cerita, lara, rasa, dan bahagia.Tempat awalku mengenalmu, bersamamu, lalu berlalu tanpa penah bersatu.

Berawal dari ketidaksengajaanku, memberi satu jempol pada satu status facebookmu, dan berlanjut pada status keduamu. Langsung saja kamu luncurkan satu pesan dalam akunku.“Ngelike mulu, komenlah sekali kali” Ucapmu, Memancingku untuk dapat lebih bercengkrama dalam obrolan singkat dalam statusmu. Tak butuh waktu lama untuk kita saling melempar pesan, agaknya kamu mulai lebih ingin mendekat dalam pesan singkat yang selanjutnya sering kamu lontarkan lewat ponselmu.

Sejak itu aku mulai mengenalmu, dikelas dua belas, tepat disamping kelasku, aku mulai memperhatikan seperti apasosok dirimu, yang dua tahun sebelumnnya tak pernah kugubris keberadaanya walau kita telah berada disatu lingkup yang sama.Kamu yang selalu kunanti kedatangannya ketika lonceng telah berbunyi dibalik jendela kelasku, sepenggal kepalamu terlihat berjalan berlalu menuju kelas di ujung gedung itu.

Kita seketika jadi dua kepala manusia yang saling memperhatikan, tidakkah sedikit berlebihan? kurasa tidak. Yap, kita semakin intens dalam berinteraksi, walau kurasa hanya lewat kata, tanpa tatapan muka atau obrolan nyata, hadirmu cukup menyejukkan. Tiap hari pagi, petang, dan malam selalu kunanti deringtanda pesan dalam handphone ku berbunyi, tentunya tak lain hanya darimu. 

Aku yang saat itu tak punyai alasan untuk mengelak atau mencengah seseorang sepertimu mengisi segala kekosongan hariku, tak pernah ada alasan. Kamu hadir begitu saja, ajaibnya kamu yang dalam singkat kukenal bisa sedemikian rupa membuatku lupa akan luka, membuatku bangkit dari sakit, dan buatku berpaling dari masa lalu yang ternyata terus membelenggu.

Pesan singkatmu tak bisa dibilang manis dan tak juga puitis tapi entah mengapa dapat menghipnotis. Menghipnotisku untuk selalu merindu singkatnya pesanmu, kakunya senyummu, dan dinginnya tatapanmu, sungguh kurindu. Tak cukup sampai disitu dilain tempat, lain kesempatan kamu pun dapat mencuri perhatianku, lewat akun aktif twittermu aku selalu memperhatikanmu, semacam seorang fans yang kerap memantau kegiatan serta aktivitasmu.

KAMU, Pria penyuka club sepak bola berliga inggris dan bisa dibilang fans fanatic sejati club yang selalu kamu seru serukan dalam akun twittermu “blues’blues’dan blues”. Sudah tak perlu diperjelas lagi, semua orangpun pasti sudah tau julukan itu. Mungkin hanya akulah satu satunya manusia yang baru mengetahui adanya club tersebut, Ya entahlah, aku memang wanita yang bisa dibilang tak mengerti tentang dunia sepak bola, jangankan Negara seberang sana Negara tanah airku tercinta pun, aku hanya tau sebagian.




Baik, catatan berikutnya KAMU seorang pria yang bisa kusebut “Freakly Boy” pada saat itu mungkin karena usia kita baru dikategorikan menginjak dewasa tak ada yang terlalu salah dengan sebutan itu. Awal perkenalan kita tak kusebutkan kamu memasuki karakter golongan apa atau species manusia macam apa, Haha. Aku pun tak mengerti kamu sesosok pria semacam apa.

Kamu pria yang terlihat serius pada kalanya, cuek pada kadarnya, konyol pada takarannya, tapi satu waktu jadi pria penggombal pada umumnnya namun dengan khasmu yang tetap terlihat cool, “sok cool” mungkin lebih tepatnya, Haha. Tentunya tak ada wanita yang tak senang diperlakukan dengan istimewa, entah akupun tak tau aku wanita keberapa, aku tak memperdulikannya.Bahkan patutnya aku tak terlalu menggangapnya special, kita hanya baru sebatas mengenal.

Faktanya dalam pertemuan nyatannya kita seperti duapasang mata yang terasing, mengatung dalam diam menggantung dalam tatap dan berakhir dengan sebuah senyum tipis medatar melesat lewat begitu saja.Namun dalam keramaian aku mematung beku dan kamu membisu kaku.Entah benarkah adanya pendeskripsianku, kebisingan hanya dapat kupandang rancu. Gemingan apa yang terjadi didalamnya, mana tahu.

Tiap kali bertemu kita layaknya dua orang yang tak saling mengenal, namun dalam maya kita seringkali bercengkrama.Tiap siang, sepulang sekolah aku yang menuju rumah mengendarai kendaraan umum pun disela sela perjalanan atau sesampainnya dirumah selalu mengecek ponselku untuk sekedar tahu apakah ada satu pesanmu muncul disana. Dan benar “Woy” kadang sesingkat itulah pesanmu menyapa, dan aku hanya tertawa, ternyata aku suka.

Satu kata tak bermakna seperti itu pun, dapat buatku selalu menunggunya? Haha, aku pun tak tau kenapa aku begitu menanti komunikasi terjadi antara kita.Kita lalu bercengkrama menghabiskan siang dan malam dengan saling bertukar pesan, tak jarang keakraban layaknya sahabat dekat terjadi didalamnnya.Gelak canda tawa sedikit menghiasi pembicaraan kita.

                                                                            ***