Senin, 28 Desember 2015

Aku Dermagamu



DERMAGA pertama sekitar tiga tahun yang lalu, saat pertama aku mengenalmu, saat pertama kumulai memperhatikanmu, saat pertama kalinya juga aku harus terasing dalam dermagamu itu, dermaga yang kamu buat dan gambarkan, namun akhirnya tak pernah kamu jadikan tempat landasan.


Aku menyesap cappucino hangat yang kusuguhkan sore hari ini, lalu membuka lembaran demi lembaran deretan angka yang bisa saja membuat mereka mabuk, padahal tak ada kandungan beer atau wine didalamnnya. Aku mendapatkan satu notifikasi dalam selular genggamku, satu pesan dalam media sosialku, sebut saja facebook yang sedang dan bahkan masih hist hingga detik ini. Sudut bibirku seketika tertarik, mendapatkan balasan kembali dari seseorang sepertimu yang sampai detik ini masih selalu jadi yang tak terlupakan.


Ternyata kamu menggodaku, ingin berbincang dan bersapa lebih jauh, namun dengan gaya gengsimu yang kamu tuangkan didalamnnya, manis. Perkenalan pertama yang membuatku tertarik, kamu berbeda dengan para pria yang telah kukenal sebelumnnya, caramu yang dingin tapi menyejukan, membuatku kembali dari pertapaanku tentang hati, yang sebenarnnya masih ingin kusimpan sendiri, tentang sakit hati dan segala macam hal tentang luka dan jatuh cinta.


Sesaat kemudian pesan singkatmu meluncur dengan tepat, konsentrasiku terpecah antara berkutat dengan angka angka matematika lalu menatap layar berisi pesanmu yang buatku ingin tertawa. Kalau kalian fikir dia humoris atau romantis,sepertinya dugaan kalian salah, kesan pertama dalam satu pendekatan sekirannya memang hal yang berawal bahagia, canda tawa menyertai dan mengelilinginnya begitu saja.


Sekirannya aku yang telah jatuh cinta, hanya berbalas pesan saja satu hal yang bahagia, tanpa bertegur sapa, tanpa saling berbicara, hariku terasa berbeda dan lebih berwarna. Sayang semua tak berjalan sesuai rencana dan lenyap begitu saja. Tanpa ketidakpastian kita bersama lalu pergi dengan hanya menyisakan tanya.


Selepas pergimu dari duniaku, dirimu membatu, tak jua kualiri air agar kerasmu mencair, tak juga kuruntuhkan dinding pertahananmu, kamu dengan duniamu, namun aku dengan belenggu rasa cinta yang kamu tinggal berlalu. Tak pernah kamu ketahui, bahwa aku selalu berharap dan menanti kamu datang kembali. Dengan hanya berbekal  memperhatikanmu, kuanggap aku tak pernah kehilanganmu, masih dengan ragamu yang seperti dulu, mampu kupandang namun tak dapat kugenggam.






Terkadang yang tak pernah sama sekali termiliki, namun bagimu itu suatu hal amat cukup berarti. 

Cukuplah sudah dermagamu ini lama menanti, nyatanya kamu telah terlanjur jauh pergi, kurelakan kapalmu berlayar mencari tepi, selamat jalan kapten semoga kita dapat bertemu kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar