DERMAGA pertama sekitar tiga tahun yang lalu, saat
pertama aku mengenalmu, saat pertama kumulai memperhatikanmu, saat pertama
kalinya juga aku harus terasing dalam dermagamu itu, dermaga yang kamu buat dan
gambarkan, namun akhirnya tak pernah kamu jadikan tempat landasan.
Aku menyesap cappucino hangat
yang kusuguhkan sore hari ini, lalu membuka lembaran demi lembaran deretan
angka yang bisa saja membuat mereka mabuk, padahal tak ada kandungan beer atau
wine didalamnnya. Aku mendapatkan satu notifikasi dalam selular genggamku, satu
pesan dalam media sosialku, sebut saja facebook yang sedang dan bahkan masih
hist hingga detik ini. Sudut bibirku seketika tertarik, mendapatkan balasan
kembali dari seseorang sepertimu yang sampai detik ini masih selalu jadi yang tak terlupakan.
Ternyata kamu menggodaku, ingin berbincang dan bersapa
lebih jauh, namun dengan gaya gengsimu yang kamu tuangkan didalamnnya, manis.
Perkenalan pertama yang membuatku tertarik, kamu berbeda dengan para pria yang
telah kukenal sebelumnnya, caramu yang dingin tapi menyejukan, membuatku
kembali dari pertapaanku tentang hati, yang sebenarnnya masih ingin kusimpan
sendiri, tentang sakit hati dan segala macam hal tentang luka dan jatuh cinta.
Sesaat kemudian pesan singkatmu meluncur dengan tepat,
konsentrasiku terpecah antara berkutat dengan angka angka matematika lalu
menatap layar berisi pesanmu yang buatku ingin tertawa. Kalau kalian fikir dia
humoris atau romantis,sepertinya dugaan kalian salah, kesan pertama dalam
satu pendekatan sekirannya memang hal yang berawal bahagia, canda tawa
menyertai dan mengelilinginnya begitu saja.
Sekirannya aku yang telah jatuh cinta, hanya berbalas
pesan saja satu hal yang bahagia, tanpa bertegur sapa, tanpa saling berbicara,
hariku terasa berbeda dan lebih berwarna. Sayang semua tak berjalan sesuai
rencana dan lenyap begitu saja. Tanpa ketidakpastian kita bersama lalu pergi
dengan hanya menyisakan tanya.
Selepas pergimu dari duniaku, dirimu membatu, tak jua
kualiri air agar kerasmu mencair, tak juga kuruntuhkan dinding pertahananmu, kamu
dengan duniamu, namun aku dengan belenggu rasa cinta yang kamu tinggal berlalu.
Tak pernah kamu ketahui, bahwa aku selalu berharap dan menanti kamu datang
kembali. Dengan hanya berbekal memperhatikanmu, kuanggap aku tak pernah
kehilanganmu, masih dengan ragamu yang seperti dulu, mampu kupandang namun tak
dapat kugenggam.
Terkadang yang tak pernah sama sekali
termiliki, namun bagimu itu suatu hal amat cukup berarti.
Cukuplah sudah
dermagamu ini lama menanti, nyatanya kamu telah terlanjur jauh pergi, kurelakan
kapalmu berlayar mencari tepi, selamat jalan kapten semoga kita dapat
bertemu kembali.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar